Sekarang, bacalah dengan
saksama kutipan teks drama berikut ini!
Sampuraga
Pada
zaman dahulu di daerah Mandailing, Tapanuli Selatan terdapat kampung yang
disebut Padang Bolak. Di kampung tersebut berdiam seorang ibu dan anak lelaki
tunggalnya yang bernama Sampuraga. Meskipun hidup mereka kekurangan, mereka
tidak pernah putus asa dan selalu rajin bekerja. Sampuraga bekerja di hutan
mencari kayu untuk dijual ke pasar. Adapun ibunya bekerja sebagai buruh upahan.
Adegan 1
Panggung
menggambarkan teras sebuah rumah bambu yang sederhana. Seorang anak laki-laki sedang
duduk termenung di sebuah bangku kayu. Seorang wanita yang sudah tua datang
mendekatinya.
Sampuraga
: (Menatap ibunya dengan wajah iba) Saya
sebenarnya ingin sekali mendapat uang yang banyak, agar dapat mencukupi
keperluan Ibu, tetapi, apa yang harus saya lakukan?
Ibu
: Anakku, waktu Ibu bekerja di rumah Juragan
Damiri, Ibu mendapat kabar bahwa terdapatnegeri yang tidak jauh dari kampung
kita ini. Negeri tersebut bernama Mandailing. Penduduknya sangat kaya karena
sawah dan ladang mereka sangat luas dan subur. Mereka juga dapat mendulang emas
di sungai. Ibu ingin menyampaikan berita baik ini kepadamu, tetapi Ibu takut
kehilangan kau.
Sampuraga
: Bukankah seandainya saya bekerja di
Mandailing, saya dapat mengumpulkan uang, dan suatu saat bisa pulang kapan pun
saya inginkan. Izinkan saya pergi ke Mandailing, Bu.Tanpa menunggu jawaban,
Sampuraga pergi ke dalam, kemudian keluar lagi membawa bekal di pundaknya, lalu
pergi. Ibu Sampuraga berlari sambil berusaha memegangi tangan anaknya.
Adegan 2
Di
Mandailing ada seorang bangsawan kaya raya, Juragan Pidoli namanya. Dia
mempunyai seorang putri elok rupawan bernama Dewi Safira. Di tempat Sang
Juragan inilah Sampuraga bekerja. Berkat kemauan keras dan ketekunan Sampuraga,
usaha Juragan Pidoli maju pesat. Pada suatu hari, Dewi Safira dan Juragan
Pidoli sedang duduk. Tak lama kemudian, muncul Sampuraga. Ia berjalan menunduk
menyalami Juragan Pidoli, lalu duduk di lantai.
Sampuraga
: Maaf, Juragan. Saya mengganggu . . . .
Juragan
Pidoli : Jangan duduk di situ Sampuraga. (Mendekati
Sampuraga, lalu menuntunnya supaya duduk di salah satu kursi) Sampuraga,
Dewi Safira tidak punya saudara. Tentu saya senang seandainya kalian
dapat hidup terus bersama.
Dewi
Safira : Ayah, Bang Sampuraga sudah punya pacar . . .
. (Melirik Sampuraga)
Sampuraga
: Tidak benar itu . . . . Selama ini perhatian
saya hanya untuk . . . hanya untuk . . . .
Juragan
Pidoli : Ayah mengerti perasaan kalian, kalian
sebenarnya saling mencintai, bukan? Kalau memang sudah saling mencintai, tidak
ada salahnya kan kalian segera pergi ke pelaminan.
Adegan 3
Pengantin
baru berjalan berdua, kemudian duduk di pelaminan. Datang seorang wanita tua. Dengan
ragu-ragu masuk mendekati keduanya.
Ibu
: (Memandang Sampuraga) Sampuraga, apa
kamu sudah lupa pada ibumu, Nak?
Dewi
Safira : Mungkinkah perempuan itu ibumu, Bang? Rasanya
dia lebih pantas sebagai pengemis! (Memalingkan muka dengan wajah
sinis)
Sampuraga
: (Memandang Safira sambil menggelengkan
kepala, lalu berkacak pinggang dengan raut wajah marah) Tidak! Dia bukan
ibuku. Pergi! Tidak usah berpura-pura menjadi ibuku! Ibuku sudah
meninggal bertahun-tahun yang lalu!
Ibu
: Anakku, Sampuraga. Ibumu datang ke sini bukan
untuk meminta sesuatu darimu. Ibu juga tidak ingin mengusik ketenteraman
hidupmu. (Menangis) Tetapi . . . , bila sudah begini kenyataannya, Ibu
hanya bisa berharap dan berdoa agar kalian menyadari kesalahan kalian.
Segeralah bertobat, Anakku. (Mengangkat tangannya ke atas, memohon)
Tuhan, apabila kesalahan ini memang kesalahan anakku Sampuraga, berilah
mereka
pelajaran . . . .
Seketika
datang gelap. Ibu Sampuraga hilang dari pandangan mata. Terdengar suara guruh
dan kilat menyambar-nyambar. Hujan dan air bah yang sangat dahsyat
menenggelamkan tempat itu.
Sampuraga
: Ibu . . . Ibu . . . ampunilah kesalahan
anakmu!
Ibu
: (Suara dari jauh) Sampuraga . . .
Sampuraga . . . segalanya memang sudah kehendak Tuhan. Yakinlah bahwa Ibu tetap
mengasihimu, Ibu akan selalu bersamamu. Lalu, di tempat itu tampak dua bongkah
batu besar yang menyerupai pengantin Sampuraga dan Dewi Safira. Demikianlah,
Sampuraga, si anak durhaka, telah mendapat hukuman dari Yang Mahakuasa.
(Sumber: Materi PTBK; Pengembangan
Kemampuan Berbicara Sastra,
2005 dengan pengubahan seperlunya)
ada yang bisa kasih aku isi certia ini dan ringkasannya secara ringkas?
BalasHapusgajadi deh hnghhh
HapusBoleh diberitahu siapa nama penulisnya? saya bersedia untuk akan namanya dalam konten Instagram
BalasHapus